MEMPAWAH
IBUKOTA KABUPATEN PONTIANAK PROPINSI KALIMANTAN BARAT
Pusat pemerintahan Kerajaan Mempawah pertama kali berdiri di pegunungan Sadaniang.
Kerajaan yang terkenal pada saat itu adalah kerajaan suku Dayak BANGKULE RAJANK yang lebih dikenal dengan kerajaan SADANIANG, yang dipimpin oleh Raja PATIH GUMANTAR
Kejayaan kerajaan Bangkule Rajank membuat Kerajaan Suku Biaju (Bidayuh) di Sungkung ingin menguasainya. Perangpun timbul untuk merebut kekuasaan dari tangan Patih Gumantar.
Peperangan kala itu dilakukan dengan cara Kayau (memenggal kepala manusia). Serangan yang tiba-tiba dari kerajaan Bidayuh, membuat Patih Gumantar mengalami kekalahan. Raja yang terkenal gagah berani itu, meninggal akibat terkayau oleh lawannya.
Sejak kematian Patih Gumantar, perlahan-lahan kerajaan Bangkule Rajank mengalami kehancuran. Namun, kerajan ini bangkit kembali sekitar 1610 di bawah pimpinan Raja KUDONG
Kerajaan yang baru terisi oleh Raja Kudong setelah terjadinya perang Kayau, merupakan kepemimpinan baru yang bukan berasal dari keturunan Patih Gumantar. Ia memindahkan pusat pemerintahan kerajaan ke Pekana (sekarang dinamakan KARANGAN).
Pengganti Raja Kudong adalah RAJA SENGGAOK yang lebih dikenal sebagai PENEMBAHAN SENGGAOK. Pusat pemerintahanpun berpindah lagi ke Senggaok (hulu sungai Mempawah). Raja ini menikahi seorang putri Raja Qahar dari kerajaan Baturizal Indragiri, Sumatera, yang bernama Puteri Cermin.
Ketika mereka menikah, seorang tukang nujum meramal kehidupan mereka. Tukang nujum mengatakan, bila Panembahan Senggaok dan Puteri Cermin melahirkan seorang putri, maka kerajaan nantinya akan diperintah oleh raja yang berasal dari kerajaan lain.
Hasil pernikahan tersebut melahirkan seorang anak perempuan yang dinamai Mas Indrawati. Ketika putri mahkota beranjak dewasa, ia menikah dengan Sultan Muhammad Zainuddin dari kerajaan Matan (Ketapang).
Mas Indrawati melahirkan seorang putri yang berparas cantik. Sultan Muhammad Zainuddin menamai anaknya itu Putri Kesumba, yang akhirnya menikah dengan OPU DAENG MANAMBON (1737 – 1761 )
OPU DAENG MANAMBON bukanlah orang Kalimantan asli. Ia beserta empat orang adiknya berasal dari KERAJAAN LUWU di SULAWESI SELATAN. Mereka terkenal sebagai pelaut yang handal dan merantau keluar dari tanah kelahirannya.
Lautan yang mereka arungi antara lain Banjarmasin, Betawi, berkeliling hingga Johor, Riau, Semenanjung Melaka. Selama mengarungi lautan, mereka banyak membantu kerajaan-kerajaan kecil yang mengalami kesulitan.
Bantuan yang mereka lakukan tersebut berbentuk membantu kerajaan kecil berperang, baik perang saudara maupun diserang oleh kerajaan lain. Seringnya mereka memenangi peperangan mengakibatkan mereka dikenal banyak orang dan kerajaan.
Merekapun sampai di daerah Kerajaan Tanjungpura (Matan), yang sedang mengalami perang saudara. Penyebab perang tersebut adalah Sultan Muhammad Zainuddin diserang oleh adik kandungnya yang bernama Pangeran Agung.
Pemberontakan dan perampasan tahta kerajaan oleh Pangeran Agung berhasil dipadamkan oleh OPU DAENG MANAMBON beserta adiknya. Bahkan, OPU DAENG MANAMBON boleh mempersunting Putri Kesumba. Mereka dikaruniai sepuluh anak, diantaranya adalah Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril atau Panembahan Adijaya Kesuma Jaya.
Sekitar tahun 1740, OPU DAENG MANAMBON dan istrinya menuju ke Mempawah. Merekapun mengunjungi Senggaok dan dilakukan serah terima pemerintahan dari Pangeran Adipati kepada OPU DAENG MANAMBON. Pusat kerajaan dipindahkan ke Sebukit Rama (sekitar 10 kilometer dari Kota Mempawah).
OPU DAENG MANAMBON dikenal sebagai raja yang bijaksana. Penduduknya beragama Islam dan taat. Ia selalu bermusyawarah dengan bawahannya dalam memecahkan segala persoalan yang terjadi di kerajaannya.
GUSTI JAMIRIL atau PANEMBAHAN ADIJAYA KESUMA ( 1761 – 1787 M ) merupakan penerus tahta kerajaan Mempawah setelah Opu Daeng Manambung meninggal dunia pada 26 Syafar 1175 Hijriah. Masa kepemimpinan Gusti Jamiril membawa kemakmuran wilayah kerajaan yang dikuasainya.
Masa keemasan GUSTI JAMIRIL tersebut, bersamaan dengan masa penjajahan Belanda. Bahkan, kerajaan Mempawah selalu bertempur melawan Belanda. Hal itu disebabkan, raja Mempawah diisukan membenci dan akan memberontak pemerintahan Hindia Belanda.
Kabar tersebut membuat Belanda murka dan mengirimkan tentara prajurit yang bermarkas di Pontianak untuk menyerbu kerajaan Mempawah. GUSTI JAMIRIL l yang mengetahui adanya penyerbuan, memutuskan memindahkan pusat pemerintahan ke Karangan.
Akibat sulitnya medan perjalanan dari Mempawah menuju Karangan, gerakan pasukan Belanda menjadi lamban dan gagal. Kebencian Panembahan Adijaya Kesuma Jaya semakin menjadi kepada Belanda.
Selama hayatnya, Gusti Jamiril berusaha untuk mengusir penjajah Belanda. Bahkan, sebelum meninggal, ia berpesan apabila meninggal dunia, dirinya tidak rela dikebumikan ke luar dari Karangan.
Jabatan raja sepeninggal Gusti Jamiril dipimpin oleh anaknya, GUSTI JATI PANGERAN ANOM yang bergelar SULTAN MUHAMMAD ZAINAL ABIDIN. Kedudukan GUSTI JATI PANGERAN ANOM yang berada di Mempawah, dipercaya sebagai pendiri Kota Mempawah.
Kedudukan GUSTI JATI PANGERAN ANOM digantikan oleh adiknya yang bernama GUSTI AMIR dan bergelar PANEMBAHAN ADINATA KRAMA OEMAR KAMARUDDIN (1828 -2853 M). Setelah GUSTI AMIR wafat, ia digantikan oleh anaknya yang bernama PANEMBAHAN MUKMIN NATA JAYA KESUMA (1853 – 1855 M)
Namun, usai penobatan kerajaan dilakukan, Panembahan Mukmin meninggal dunia. Iapun dikenal dengan sebutan Raja Sehari. Karena putranya masih kecil dan dirasa belum mampu mengurus kerajaan, penerus kepemimpinan kerajaan diserahkan kepada adiknya, GUSTI MAHMUD, yang bergelar PANEMBAHAN MAHMUD AQAMADDIN (1855 – 1860 M)
Wafatnya Gusti Mahmud digantikan oleh putra Panembahan Mukmin yang bernama GUSTI USMAN dan bergelar PANEMBAHAN USMAN NATAJAYA KESUMA (1860 – 1864 M). Ia mangkat pada 6 Jumadil, awal 1280 Hijriah, dan dimakamkan di Pulau Pedalaman.
Selepas Panembahan Usman wafat, tampuk kepemimpinan Kerajaan Mempawah dipegang oleh putranya GUSTI IBRAHIM bergelar PANEMBAHAN IBRAHIM MAHMUD TSAFIUDDIN (1864 – 1892 M). Pada masa pemerintahannya inilah, pennindasan penjahan Belanda merajalela dan mengakibatkan masyarakat menderita.
Tak tahan ditindas, masyarakat mulai mengadakan pemberontakan kepada penjajah Belanda. Terlebih, dengan diberlakukannya pembayaran pajak oleh masyarakat dengan cara pemaksaan.
Pemberontakan dilakukan oleh suku Dayak. Peperangan tersebut dikenal dengan nama PERANG SANGKING, hingga mayarakat banyak merasa antipati dengan keberadaan Belanda di tanah kerajaan Mempawah.
Setelah PANEMBAHAN IBRAHIM MAHMUD TSAFIUDDIN wafat, pimpinan kerajaan semula akan diberikan kepada putranya, GUSTI MUHAMMAD TAUFIK. Tetapi, putranya tersebut belum dewasa, hingga kerajaan dipimpin sementara oleh PANGERAN RATU SURI, kakak dari Gusti Muhammad Taufik dari Ibu yang bernama UTIN IRANG.
Pada 1902 masehi, GUSTI MUHAMMAD TAUFIK dirasakan sudah cukup umur untuk memimpin kerajaan. Iapun naik tahta dan bergelar PANEMBAHAN MUHAMMAD TAUFIK AQAMADDIN (1902 – 1943). Ia ditawan oleh Belanda bersama raja-raja daerah lainnya serta para pemimpin pemuka masyarakat.
Lepas dari tawanan Belanda, PANEMBAHAN MUHAMMAD TAUFIK AQAMADDIN diculik oleh penjajah Jepang. Bersama para tokoh masyarakat yang diculik, ia dibunuh. Lokasi pembunuhan sekaligus tempat pemakaman terjadi di Mandor.
PANEMBAHAN MUHAMMAD TAUFIK AQAMADDIN meninggalkan empat orang anak. Yakni Pangeran Mohammad atau yang saat ini dikenal bernama Drs H Jimmi Mohammad Ibrahim, Pangeran Faitsal Taufik, Pangeran Abdullah, dan Pangeran Ratu Hajjah Thaufiqiyah Mohammad Taufik.
Pada masa itu, dibentuklah Bestuur Komisi sebagai pengganti raja yang diketuai oleh PANGERAN WIRANATA KESUMA (1944-1946). PANGERAN WIRANATA KESUMA adalah saudara tiri PANEMBAHAN MUHAMMAD TAUFIK AQAMADDIN dari ibu yang bernama DAENG TIMAH
Sebelum pendaratan pasukan sekutu di Kalimantan Barat, PANGERAN MOHAMMAD yang baru berumur 13 tahun pernah diangkat menjadi panembahan Mempawah oleh pemerintah bala tentara Jepang dalam suatu upacara di depan gedung Kerapatan.
Tokoh-tokoh masyarakat kemudian melakukan lagi upacara penobatan yang sama pada tahun 1946. Tahun ini pula Belanda (NICA) datang lagi ke Mempawah dan mencoba mengangkat raja kembali.
Karena PANEMBAHAN PANGERAN MOHAMMAD (DRS H JIMMI MOHAMMAD IBRAHIM) belum dewasa dan ingin melanjutkan sekolahnya yang baru duduk di kelas VSD (Jokio Ko Gakko), PANEMBAHAN PANGERAN MOHAMMAD (DRS H JIMMI MOHAMMAD IBRAHIM) TIDAK BERSEDIA DIANGKAT KEMBALI dan MESKIPUN SUDAH PERNAH DINOBATKAN SECARA FORMAL MENJADI PANEMBAHAN DAN SUDAH DEWASA, PANGERAN MOHAMMAD MENYATAKAN TIDAK BERSEDIA MENGGANTIKAN AYAHNYA SEBAGAI RAJA.
Penolakan tersebut dikarenakan dirinya ingin terus melanjutkan pendidikannya di perguruan tingga Gadjah Mada Yogyakarta.
Pengganti PANEMBAHAN PANGERAN MOHAMMAD (DRS H JIMMI MOHAMMAD IBRAHIM) adalah GUSTI MUSTAAN hingga tahun 1955. GUSTI MUSTAAN adalah anak dari PANGERAN SUTA NEGARA, saudara tiri dari PANEMBAHAN MUHAMMAD TAUFIK AQAMADDIN dari ibu yang bernama DAENG ZAIDAH.
No comments:
Post a Comment